Something to Share With…

just from a learner who still in the learning stage…

Archive for the ‘Another Stories…’ Category

Meminang Bidadari

Posted by Ismadi Santoso on April 26, 2009

“Menikah ?”
“Ya..”
“Tentu”, jawab Ayesha tanpa ragu.
“Pertimbangkan dulu. Jangan cepat ambil keputusan.” Bibinya berkata benar. Ayesha sedikit tersipu, tangannya membenahi abaya yang dipakainya dengan rikuh.

“Dengan siapa, Ammah ?”

Wajah lembut itu tiba-tiba mengeras. Kedua matanya mendadak meyembung. Mungkin karena air mata yang siap turun, entah kenapa. Luapan bahagiakah, karena keponakannya yang diurus sejak kecil ini akhirnya ada yang meminang ? Ayesha menunggu jawaban dari ammahnya. Tapi beberapa kejap hanya dilalui gelombang senyap.

“Ammah….dengan siapa ?”

Pandangan tajam wanita berumur itu menembus bola mata Ayesha. Seperti menimbang-nimbang kesiapan keponakan yang dicintainya itu, menikah. Ayesha membalas pandang, lebih karena ia tak mengerti kenapa pernikahan, kalau memang itu yang akan terjadi padanya, tak disambut ammah dengan riang, seperti pernikahan pada umumnya.

“Dengan Ayyash !”

Ayyash ?

Ammah mengangguk. Wajahnya pucat, namun terkesan lega. Biarlah…..biarlah Ayesha yang memutuskan….ini hidupnya.

Suara hati wanita itu bicara.
Di depannya tubuh Ayesha seperti kaku. Seolah tak percaya. Senang, tapi juga tahu apa yang akan dihadapinya. Berita itu mungkin benar. Yang jadi pertanyaan, siapakah dia ? “Kau pikirkan dulu, ya ? Ia memberi waktu sampai tiga hari. Katanya lebih cepat lebih baik.” Ayesha masih tak bergerak. Pandangannya menembus jendela, meyisiri rumah- rumah di lingkungannya, dan debu tebal yang terembus di jalan.

Pernikahan….sungguh penantian semua gadis. Dengan Ayyash pula, siapa yang keberatan ? Tapi semua pun tahu, apa arti sebuah pernikahan di Palestina. Tantangan, perjuangan lain yang membutuhkan kesiapan lebih besar. Terutama bagi setiap gadis, yang menikahi pemuda pejuang macam Ayyash!

***

Dulu sekali, sewaktu kecil, ia tak memungkiri, kerap memperhatikan Ayyash dan teman-temannya dari balik kerudung yang biasa ditutupkan ke wajah, jika mereka kebetulan berpapasan. Mereka bertetangga. Begitulah Ayesha mengenal Ayyash, dan melihat bocah lelaki yang usianya lebih tua lima tahun darinya, tumbuh dewasa.

Ayah Ayyash salah satu pemegang pimpinan tertinggi di Hamas, sebelum tewas dalam aksi penyerangan markas tentara Israel. Ibunya, memimpin para wanita Palestina dalam berbagai kesempatan, mencegat, dan mengacaukan barisan tentara Yahudi, yang sedang melakukan pengejaran atas pejuang intifadah.

Mereka biasa muncul tiba-tiba dari balik tikungan yang sepi, atau memadat di pasar-pasar, dan menyulitkan pasukan Israel yang mencari penyusup. Bukan tanpa resiko, karena semua pun tahu, para tentara itu tak menaruh kasihan pada perempuan, atau anak-anak. Para perempuan yang bergabung, menyadari betul apa yang mereka hadapi. terkena tamparan atau tendangan, bahkan popor senapan, hingga tubuh mengucurkan darah, bahkan terlepas nyawa, adalah taruhannya.

Ayesha sejak lima tahun yang lalu, tak pernah meninggalkan satu kalipun aksi yang diadakan. Ia iri dengan para lelaki yang mendapat kesempatan lebih memegang senjata. Itu sebabnya gadis berkulit putih kemerahan itu, tak ingin kehilangan kesempatan jihadnya, sejak usia belia.

Tiga tahun lalu, ketika ibunda Ayyash syahid, dalam satu aksinya, setelah sebuah peluru mendarat di dahinya, mereka semua datang, juga Ayesha, untuk menyalatkan wanita pejuang itu. Pedihnya kehilangan ummi, Ayesha menyadari perasaan berduka yang bagaimanapun memang manusiawi. Begitu kagumnya ia melihat ketegaran Ayyash, mengatur semua prosesi, hingga tanah menutup dan memisahkannya dari ibunda tercinta. Tak ada sedu sedan, tak ada air mata. Hanya doa yang terucap tak putus. begitulah Ayyash menghadapi kehilangan abi, saudara-saudara lelakinya, adik perempuannya yang paling kecil, lalu terakhir ummi yang dikasihi. Begitu pula yang dipahami Ayesha, cara pejuang menghadapi kematian keluarga yang mereka cintai.

Dan kini, Ayesha dua puluh dua tahun. masih menyimpan pendar kekaguman dan simpati yang sama bagi Ayyash. Bocah lelaki bermata besar itu sudah menjelma menjadi lelaki gagah, dengan kulit merah kecoklatan, hidung bangir, dan mata setajam elang. Semangat perjuangan dan ketabahan lelaki itu sungguh luar biasa. Sewaktu kedua abangnya melakukan aksi bom bunuh diri, meledakkan gudang logistik Israel, ia hanya mengucapkan innalillahi, sebelum bangkit dan menggemakan Allahu Akbar, saat memasuki rumah, dan mengabarkan berita itu pada umminya.

Lalu ketika Fatimah, adiknya yang berpapasan dengan tentara, diperkosa, dan dibunuh sebelum dilemparkan ke jalan dengan tubuh tercabik-cabik. Ayyash masih setabah sebelumnya. Padahal siapapun tahu, cintanya pada Fatimah, bungsu di keluarga mereka.

Ayesha tak mengerti terbuat dari apa hati lelaki itu. Setelah semua kehilangan, tak ada dendam yang lalu membuatnya membabi buta atau meluapkan amarah dengan makian kotor. Ayyash menerima semua itu dengan keikhlasan luar biasa. Hanya matanya yang sesekali masih berkilat, saat ada yang menyebut nama adiknya. Di luar itu, hanya keshalihan, dan ketaatannya pada koordinasi gerak Hamas, yang kian bertambah. Begitu, dari hari ke hari.

***

Mereka berhadapan. Pertama kali dalam hidupnya ia bisa bebas menatap wajah lelaki itu dari jarak dekat. Ayyash yang tenang. Hanya bibirnya yang menyunggingkan senyum lebih sering, sejak ijab kabul diucapkan, meresmikan keberadaan keduanya.

Ayyash yang tenang dan hati Ayesha yang bergemuruh. Bukan saja karena kebahagiaan yang meluap-luap, tapi oleh sesuatu yang lain. Sebetulnya hal itu ingin disampaikannya pada lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

Namun saat terbayang apa yang telah dihadapi Ayyash, dan senyum yang dilihatnya pertama kali begitu cerah. Batin Ayesha urung. Biarlah….nanti-nanti saja, atau tidak sama sekali, pikirnya. Ia tak mau ada yang merisaukan hati lelaki itu, terlebih karena waktu yang mereka miliki tak banyak. Bahkan sebentar sekali. Dua hari lalu, Ayyash sendiri yang meyampaikan kebenaran berita itu, niatan lelaki berusia dua puluh tujuh tahun, yang sudah selama dua pekan ini dibicarakan dari mulut ke mulut.
“Ayyash mencari istri ?”
“Ia akan menikah secepatnya, akhirnya ”
“Tapi siapa yang akan menerima pernikahan berusia sehari semalam ?” Percakapan gadis-gadis di lingkungan mereka. Awalnya Ayesha tak mengerti.
“Kenapa sehari semalam ?”, tanyanya pada ammahnya.
“Sebab, lelaki itu sudah menentukan hari kematiannya, Ayesha. Kini tinggal sepekan lagi. Waktunya hampir habis.” Ayesha ingat ia tiba-tiba menggigit bibir menahan sesak yang tiba-tiba melanda. Ayyash pasti sudah menyanggupi melakukan aksi bom bunuh diri, seperti dua saudaranya dahulu. Cuma itu alasan yang bisa diterima, kenapa pejuang yang selama ini terkesan tak peduli dan tak pernah memikirkan untuk menikah, tiba-tiba seolah tak sabar untuk segera menikah. “Saya ingin menghadap Allah, yang telah memberi begitu banyak kemuliaan pada diri dan keluarga saya, dalam keadaan sudah menyempurnakan separuh agama. Kalimat panjang lelaki itu, wajahnya yang menunduk, dan rahangnya yang terkatup rapat. Menunggu jawaban darinya. Ayesha merekam semua itu dalam ingatannya. Dua hari lalu, saat khitbah dilangsungkan. “Ya….”jawabannya memecah kesunyian. Ammah serta merta memeluknya dengan wajah berurai air mata. Bahagia berbaur kesedihan atas keputusan Ayesha. Membayangkan keponakannya yang selalu dibanggakan karena semangatnya yang tak pernah turun, akan menjalani pernikahan. Yang malangnya, bahkan lebih pendek dari umur jagung.

Berganti-ganti Ayesha melihat wajah ammah yang basah air mata, lalu senyum dari bibir Ayyash yang tak henti melantunkan hamdalah. Di depan Ayesha, Ayyash tampak begitu bahagia, karena tiga hari, sebelum tugas itu dilaksanakan, ia berhasil menemukan pengantinnya. Seorang bidadari dalam perjuangan yang ia hormati, dan kagumi kekuatan mental maupun fisiknya. Ya, Ayesha. Mereka masih bertatapan. Saling menyunggingkan senyum. Ayesha yang

Wajahnya masih sering bersemu dadu, tampak sangat cantik di mata Ayyash. Pengantinnya, bidadarinya…..kata-kata itu diulangnya berkali-kali dalam hati. Namun betapapun cantiknya Ayesha, Ayyash tak hendak melanggar janji yang ditekadkan jauh dalam sanubarinya. “Ayesha…..saya tak menginginkanmu, bukan karena saya tak menghormatimu.” Senyum Ayesha surut. Matanya yang gemintang menatap Ayyas tak berkedip, menunggu kelanjutan kalimat lelaki itu. Ini malam pertama mereka, dan setelah ini, tak akan ada malam-malam lain. Besok selepas waktu dhuha, lelaki itu akan menemukan penggal akhir hidupnya, menemui kekasih sejati. Allah Rabbul Izzati. Tak layakkah Ayesha memberikan yang terbaik baginya ?
Bagi ia yang akan menjelang syahid ? Pendar di mata Ayesha luluh. Ayyash mendongakkan dagunya, tangannya yang lain menggenggam jari-jari panjang Ayesha, seakan mengerti isi hati
istrinya.

“Saya mencintaimu, Ayesha. Dan saya meridhai semua yang telah dan akan Ayesha lakukan selama kebersamaan ini dan setelah saya pergi. Saya percaya dan berdoa, Allah akan memberimu seorang suami yang lebih baik, selepas kepergian saya.” Ayesha tersenyum. Menyembunyikan hatinya yang masih gemuruh. Seandainya ia bisa menceritakannya pada Ayyash. Tapi ia tak sanggup. “Tak apa. Saya mengerti.” Cuma itu yang bisa dikatakannya pada Ayyash. Suasana sekitar hening. Langit tanpa bulan tak mempengaruhi kebahagiaan di hati Ayyash. Bulan, baginya, malam ini telah menjelma pada kerelaan dan keikhlasan istrinya.

“Saya ingin, Ayesha bisa mendapatkan yang terbaik.” Lelaki itu melanjutkan kalimatnya. “Dan karenanya saya merasa wajib menjaga kehormatanmu. Kita bicara saja, ya ? Ceritakan sesuatu yang saya tak tahu, Ayesha.” Ayesha menatap mata Ayyash, lagi. Disana ia bisa melihat kegarangan dan keteduhan melebur satu. Sambil ia berpikir keras apa yang bisa ia ceritakan pada lelaki itu ? Tak lama dari bibir wanita itu meluncur cerita-cerita lucu tentang masa kecil mereka. Canda teman-teman mainnya, dan kegugupannya saat pertama berhadapan dengan Ayyash. Juga jari-jari tangannya yang berkeringat saat ia mencium tangan Ayyash pertama kali.
Betapa ia hampir terjatuh karena kram, akibat duduk terlalu lama, ketika mencoba bangun menyambut orang-orang yang datang menyalami mereka tadi pagi. Di antara senyum dan derai tawa suaminya, Ayesha masih berpikir tentang lelaki yang duduk di hadapannya. Sungguh, ia ingin membahagiakan Ayyash, dengan cara apapun. Melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Ayyash, membuat Ayesha tak habis pikir. Kenapa kebahagiaan orang lain, bisa membuatnya begitu bahagia ? Tapi inilah kebahagiaan itu, bisiknya sesaat setelah mereka menyelesaikan sholat malam dan tilawah bersama. Kali pertama dan terakhir. Kebahagiaan bukan pada umurnya, tapi pada esensi kata bahagia. Dan Ayesha belum pernah sebahagia itu sebelumnya.

Mereka masih belum bosan menatap satu sama lain, dan berpegangan tangan. Saat ia merebahkan diri di dada Ayash setelah sholat subuh, lelaki itu tak menolak.

“Biarkan saya berbakti padamu, Ayyash”

Ia ingat Ayyash menundukkan wajah dalam, seperti berpikir keras, sebelum kemudian mengangguk dan menerimanya. Beberapa jam lagi, Ayesha menghitung dalam hati. Kedua matanya memandangi wajah Ayyash yang pulas di depannya. Tinggal beberapa jam lagi, dan mereka akan tinggal kenangan. Dirinya dalam kenangan Ayyash, Ayyash dalam kenangan orang-orang sekitarnya. Ketika fajar mulai menampakkan diri, Ayesha yang telah rapi, kembali menatap Ayyash yang tertidur pulas, mencium kening dan tangan lelaki itu, sebelum meninggalkan rumah dengan langkah pelan.

***

Ia terbangun oleh gedoran di pintu. Pukul setengah tujuh pagi. Kerumunan di depan rumahnya. pagi pertama pernikahan mereka. Ada apa ? “Ayyash….istrimu, Ayesha.” Ada titik air meruah di wajah ammah Ayesha. Lalu suara-suara gemang berdengung. Saling meningkahi, semua seperti tak sabar menyampaikan berita itu padanya.

“Setengah jam yang lalu, Ayyash. Ledakan…Ayesha yang melakukannya…”
“Gudang peluru itu. Bunyi…bagaimana kau bisa tak mendengar ?”
Ayyash merasa tubuhnya mengejang. Istrinya…..Ayesha mendahuluinya ? Kepalan tangannya mengeras. Mengenang semua keceriaan dan kejenakaannya, serta upaya Ayesha membahagiakannya semalam. Jadi….Masya Allah !

Istrinya kini….benar-benar bidadari.
Pikiran itu menghapuskan rasa sedih yang sesaat tadi mencoba menguasai hatinya. meski senyum kehilangan belum lepas dari wajah lelaki itu, sewaktu ia undur diri, dari kerumunan di depan rumah.

Keramaian yang sama masih menantinya dengan sabar, ketika tak lama kemudian lelaki itu berkemas, lalu dengan ketenangan yang tak terusik, melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.

Waktunya tinggal sebentar. Tentara Israel pasti akan melakukan patroli kemari, sesegera mungkin, setelah apa yang dilakukan Ayesha. Ia harus segera pergi. Ayyash mempercepat langkahnya. teman-temannya sudah menunggu di dalam jip terbuka yang membawa mereka berempat.

Sepanjang jalan, tak ada kata-kata. semua melarutkan diri dalam zikir dan memutihkan niatan. Opearsi hari ini rencananya akan menghancurkan salah satu pusat militer Israel di daerah perbatasan. Memimpin paling depan, langkah Ayyash sedikitpun tak digelayuti keraguan, saat diam-diam mereka menyusup. Allah memberinya bidadari, dan tak lama lagi, ia akan menyusulnya.

Pikiran bahagianya bicara. Ayyash tersenyum, mengaktifkan alat peledak yang meliliti badannya. Ini, untuk perjuangan…

Dan bumi yang terharu atas perjuangan anak-anaknya, pun meneteskan air mata.
Hujan pertama pagi itu, untuk Ayyash dan Ayesha.

Asma Nadia, Sabili No. 01 Th X Juli 2002.

Posted in Another Stories... | Tagged: , , | 2 Comments »

TANJUNG BENOA ADVENTURE (Part 2)

Posted by Ismadi Santoso on November 26, 2008

Di minggu siang itu yang memutuskan untuk mengikuti petualangan bawah air adalah Risuky, Beto, Gustav dan Aku. Kami pun di guide oleh pihak penyelengara ke ruang ganti untuk fitting pakaian selam, selaput katak, dan google. Malang nian nasibku, karena selaput katak yang seukuran kakiku sudah tidak ada (baca: habis), hanya tersisa ukuran yang besar. Sang guide menjanjikan ku kalau di boat sudah ada sepasang selaput katak ukuran kecil untukku. Setelah kami berganti kostum sang instruktur yang bertubuh tidak kalah gempal dari gustav datang menghampiri kami. Dan mengajak kami ke boat yang telah disiapkan

dive_img_05191Namun sebelum itu, kami tetap melakukan kebiasaan kami, prosesi narsis ria. Yups semua temen-temen yang tidak ikut diving pun pada semangat pengen foto bareng kami karena kami menggunakan kostum yang unik hari itu. Dan kami pun meminta bantuan salah seorang kru operator untuk mengambil beberapa gambar kami semua. Selesai sesi pemotretan, kami berempat plus boy yang selama ini paling banci foto, ternyata rela berbaik hati untuk mengiringi petualangan kami guna mengabadikan momen-momen langka yang akan terjadi. Teman-teman kali ini kita harus angkat topi buat sahabat kita “Alberto Boy Dopo Siahaan” :D. Kami pun berjalan mengikuti instruktur diving ke boat yang akan membawa kami ke diving spot. Sejujurnya selama perjalanan itu aku merasa sangat tegang. Kalau ada alat pengukur detak jantung, mungkin saat itu jantungku berdetak dua kali lebih sampai tiga kali cepat dari biasanya. Bahkan aku nyaris tidak mempedulikan boy yang sedang sibuk mengambil gambar kami. Bagaimana tidak tegang, aku yang hanya berpengalaman 2 jam snorkeling di Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu dan beberapa jam water sport sehari sebelumnya harus berkenalan dengan laut jauh lebih dekat lagi. Untuk ukuran orang sepertiku yang tidak jago (kalau tidak boleh dikatakan tidak bisa) berenang harus memberanikan diri terjun kedasar lalut saat itu juga adalah hal yang sangat ekstrim dalam primbon hidupku. Nervous yang kurasakan kian memuncak ketika boat yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti. Dan kemudian sang nakoda melemparkankan jangkar nya ke dasar laut, pertanda kami telah sampai ke tempat tujuan.

Ditengah laut itu kami terombang ambing oleh ombak yang terasa cukup besar mengingat perahu yang kami tumpangi hanya berkapasitas enam orang. Bukan itu saja, kalau sang instruktur berjalan diatas perahu maka keseimbangan perahu pun menjadi sangat terganggu yang membuat kami semua semakin panik menyeimbangkan perahu dengan memerintahkan gustav untuk bergerak kearah yang berlawanan dengan sang instruktur, sementara sang instruktur hanya cengengas-cengenges melihat ulah aneh kami. Setelah membajak selaput katak dari seorang temannya yang sedang snorkeling ia memberikan hasil palakannya itu padaku, karena aku memang belum kebagian selaput katak di darat tadi. Sesaat kupaling kan wajah ku kearah pantai, tampak sangat jauh sekali jarak kami ke pantai yang akhirnya menambah ketengangan ku kian menjadi. Kemudian ia memulai briefing. Ia menjelaskan tentang tata cara penggunaan diving tools dengan seksama dari google, masker oksigen, selaput katak, lengkap beserta bahasa iyarat yang lazim di gunakan di dunia bawah laut. Pada sesi tanya jawab beto mengambil inisiatif untuk bertanya pertama kali. Beto:”mas kalo google kita berembun gimana solusinya, apa di copot aja?”. “hahahahaha….Goblok lo” sergah si instruktur, “kalo di bawah sono lu lepas google lo kemasukan airlah hidung dan mata lu lah, payah lu”. “Gerrrr….” Kami semua serentak tertawa mendengar jawaban konyol si instruktur. Hal yang sangat positif untuk mengurangi ketenganganku. Kemudian giliran risuky yang bertanya, Risuky:”mas kalo badan kita yang ketutupan baju selam basah gk ya kira-kira?”. “Ini lagi” jawab si instruktur. “kalo gk mau basah ya gau usah nyelam aja mas sekalian.” Wuakakakakakakka :D, kami pun terbahak-bahak menyaksikan percakapan mereka. Tampak sekali kalau si instruktur orangnya selengehan. Sejenak kusadari kalau ketegangan diperahu itu tampaknya bukan milikku seorang :p. “tapi mas”, si Risuky masih terlihat penasaran. “kalo gitu fungsi baju selam yang kita pake ini apa donk?” tanyanya. “Ya untuk menjaga temperatur badan kita agar tidak terlalu dingin karena secara langsung bersentuhan dengan air laut. Ok?” jawab instruktur itu.

Kemudian ia berteriak sambil menunjuk kearah gustav “delapan…!”, kearah risuky “lima!”, dan bersamaan menunjuk kearah ku dan beto sambil berteriak “empat !”. Aku tetep nggak ngeh dengan kelakuan instruktur itu barusan, sementara yang lainynya pun saling pandang tak mengerti. Baiklah kita tunggu saja apa yang akan terjadi, pikirku. Kemudian nakoda tadi membawa semacam sabuk baja berukuran besar dan melilitkan dengan sangat kokoh ke pinggang si gustav. Olala akhirnya kami mengerti ternyata angka2 barusan adalah pemberat yang dibutuhkan untuk masing2 postur kita. Gustav tentu saja mendapat ukuran besarrr, sementara risuky mendapat sabuk ukuran sedang, aku dan beto mendapat yang ukuran mini 🙂. Sesaat sebelum turun instruktur menjelaskan kepada kami tentang dive_imgp1416btrik untuk menghadapi tingginya tekanan air pada telinga kita. Dengan cara, kita bisa menghembuskan nafas dari hidung sambil menutup dan menekan hidung kita keras2 dan merasakan tekanan udara yang keluar melalui telinga kita untuk melawan tekanan air. Sambil memperaktekkannya instruktur itu memerintahkan kami untuk memegang hidung kami masing-masing. Herannya, salah seorang dari kami bukannya memegang hidung tetapi malah memegang kuping. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana ceritanya dia bisa lulus tk ya? :D. Setelah itu instuktur memerintah kan kami satu-persatu terjun keair setelah lebih dulu menggunakan selaput katak dan google. Trus kemana tabung dan masker oksigennya? (Tanya ku dlm hati). Karena masih sangat ragu aku mempersilakan beto untuk mendahuluiku mengambil kesempatan pertama sambil mengamati secara rinci setiap detik waktu yang berlalu. Beto pun turun, byurrrr…. Dan dibawah sana ada penyelam yang menyambutnya dan memakaikan tabung oksigen ke bahu beto. Ohhh jadi begitu caranya, guman ku. Ketika semuanya sudah menjadi jelas bagiku, dan segalanya tampak aman, aku pun tanpa ragu terjun keair dan sang penyelam itu pun melakukan hal yang sama pada ku dan kemudian memintaku untuk tetap berpegangan dan beradaptasi dengan masker oksigen di mulutku.

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , | Leave a Comment »

TANJUNG BENOA ADVENTURE…

Posted by Ismadi Santoso on November 24, 2008

Minggu 2 November 2008 adalah hari kedua kami berlibur di Bali. Berpetualang di Tanjung benoa adalah jadwal kami di pagi harinya, setelah sehari sebelumnya kami telah puas ber Bounty Cruise ria di perairan sekitar Pulau Nusa Lembongan. Tanjung benoa adalah nama sebuah pelabuhan di selatan pulau dewata. Ditempat itulah berbagai macam water sport diselenggarakan. Mulai dari Banana Boat, Jet Sky, Kano, Flying Fish, Parasailing sampai snorkeling dan Diving pun ada juga. Menarik sekali bukan? Kali ini kegiatan yang akan kami ikuti adalah Parasailing dan Diving. Mungkin ada sebagian pembaca yang bertanya, mengapa cuman dua itu saja?:p. Yups tentu saja karena water sport yang lainnya telah kami ikuti di Nusa Lembongan sehari sebelumnya. Dan yang dua ini emang sengaja kami lewatkan untuk dieksekusi di minggu pagi.

prs-img_0600Pagi sekitar jam 9.30 kami berangkat menuju tanjung benoa dari penginapan kami di Jalan Poppies II Pantai Kuta. Perjalanan menuju kesana memakan waktu sekitar setengah jam. Tepat jam 10 kami tiba di tujuan. Setelah melakukan tawar menawar harga yang cukup alot dengan pihak operator akhirnya kami mendapatkan harga RP. 80 ribu per orang untuk parasailing dan Rp. 250 ribu per orang untuk scuba diving plus 250 ribu lagi kalo mau pake kamera kedap air. Kemahalan nggak sih? Anyway kami setuju aja dengan penawaran harga yang terakhir. Dan kami pun segera menuju ke pantai untuk bersiap-siap beraksi. Waktu menunjukkan pukul 10.30 pagi, namun sang surya diatas sana sudah tampak sangat garang. Walhasil boy pun mengeluarkan koleksi seperangkat tools andalannya yaitu sun block beberapa versi (untuk badan dan muka katanya). Dengan senang hati, kami semua membantu boy untuk menghabisi sun block nya (thanks ya boy) :).

The lucky number one untuk take off adalah Hilda, secara dia pengen dokumentasi melayangnya tubuhnya diudara paling buanyakkk. Maka aku, risuky dan beto pun harus rela berada diurutan belakang guna mengabadikan momen-momen bersejarah itu. Kemudian diikuti esti, sari, boy sendiri, dan risuky. Kurasakan matahari semakin garang mennyinari bumi yang kupijak ini. Pasir tempatku berpijak serasa sedang dipanggang, maklum karena untuk mengikuti water sport haram hukumnya memakai sandal. Maka kuikuti cara operator-operator itu dengan mengali pasir bagian luar dan berpijak di pasir bagian dalamnya. Rasanya lumanyan adem untuk beberapa saat. Sesaat setelah risuky mendarat si gustav memulai aksinya. Pada saat itu, banyak yang meragukan kalau parasut itu cukup kuat mengangkat tubuh gempal gustav. Namun, sesaat kemudian parasut itu pun naik perlahan-lahan pertanda gugurnya keraguan sebagian orang, dan semua bersorak gembira untuk gustav. Kini giliranku tiba, setelah di bantu mas-mas instruktur yang menurutku sebagiannya agak nyeleneh itu untuk memasang semua perlengkapan standar di tubuhku. Kamera kuserahkan pada esti untuk mengabadikan gambarku yang terbang di udara bagai seekor garuda yang mengamati nusantara dari udara (kenapa jadi kaya kampanye gini ya???). Maap sodara-sodara 😀.

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , | Leave a Comment »

Senja di Uluwatu

Posted by Ismadi Santoso on November 23, 2008

senja014

Diambang senja sore itu

Langkah kaki ku membawaku

Menyusuri tebing-tebing berbatu

Di Uluwatu

Nun jauh di kaki langit sana

Mega merah berarak menghias angkasa

Menemani sang surya membagi sinarnya

Ke sisi lain dunia

Suasana jingga merekah seketika

Menebar hening ke dalam kalbu

Bagi mereka yang menjagakan jiwa

Dalam tafakur alam yang syahdu

Dan senja pun berlalu…

Adakah ia sejingga senjamu?

Apakah ia juga senja yang sama?

Ataukah kita berada dilangit yang berbeda?

Gelap yang datang perlahan…

Kian lama menutupi seluruh jingga mu

Bahkan Bulan sabit yang datang kemudian

Tak kan pernah dapat menggantikan aura mu

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | 1 Comment »

The Resigner Desk

Posted by Ismadi Santoso on October 28, 2008

Beberapa waktu kemaren, temen-temen sempat rame banget membicarakan tentang hal ini di fb. Sebenarnya, akupun sudah lama ingin menulis tentang ini, tetapi selalu saja nggak sempet :p, mungkin sekaranglah saatnya. Resigner Desk adalah sebuah bangku panjang di ruang TornadoN Plasa Kuningan, kantor ku yang dulu. Hanya sebuah bangku biasa memang, namun begitu banyak “history” yang terukir disana sejak kehadiranya untuk yang pertama kali di tempat itu. TornadoN Room adalah ruangan yang sangat sakral di gedung itu. Di ruangan itulah desain dan planning radio network (siemens) pertama kali di lakukan. Pada zaman dahulu kala, tidak semua orang boleh seenaknya keluar masuk. Hanya Radio Planner (RNP) dan orang-orang yang memiliki otoritas yang dapat mengakses ruangan itu. Namun, hal tersebut tidaklah berlangsung lama. Beberapa bulan kemudian, sejarah mencatat bahwa kedatangan sekitar belasan radio planner baru ke Siemens HCPT project mengubah segalanya.

Dikarenakan minimnya fasilitas tempat duduk yang ada di Plas_Kun HCPT Project Planning & Engineering Department, belasan Radio Planner baru yang masih dalam fase “training” itu terpaksa luntang-lantung nggak jelas posisinya. Dan tentu saja aku adalah salah seorang diantaranya. Entah aku harus bersyukur atau malah bersedih karenanya :P. Saat itu “base camp” kami adalah ruangan training di lantai 7. Namun, diasaat seluruh ruangan training dipakai kita terpaksa migrasi ke lantai 9 mengisi beberapa bangku kosong yang ditinggalkan tuannya dengan berbagai macam alasan. Dan sisanya, memenuhi lobby lantai 9 dengan mengambil area di sekitaran lift, dan sisanya ini pun masih berjumlah belasan. Yups, kita semua duduk lesehan sembari menanti instruksi selanjutnya dari “atas”. Di saat petugas cleaning services hendak melakukan tugasnya, kita terpaksa menyingkir (atau tersingkir) untuk kesekian kalinya. Akhirnya instruksi dari “atas” itu datang juga. Dengan alasan merusak pemandangan, mengganggu ketertiban umun, menghindari kegaduhan, dan segudang alasan lainnya, kami diminta untuk tidak lagi berdiam disekitar lift lantai 9, dan diluar jam makan, kami harus berada di ruang kantin lantai 9. Dan kami pun hanya bisa pasrah mengikutinya. Sejak saat itu kantin lantai 9 resmi menjadi “base camp” kami.

Tidak lama berselang boss ki2t selaku salah orang “pembesar” di departemen kami mengeluarkan kebijakan sensasional dengan memutuskan untuk menambah meja baru ke dalam ruang tornado guna memfasilitasi belasan radio planner baru, yang selama ini nongkrong di kantin yang konon katanya cuman pada “nge-game” mulu tiap hari. Dibumbui dengan beberapa alasan bijak lainnya yang tak kalah serunya tentunya, seperti menerjunkan secara langsung anak-anak baru itu ke dunia yang sesungguhnya, meningkatkan team work dengan para seniornya, memudahkan pendelegasian tugas-tugas dan tentu saja hands on dengan Tornado selaku tools utama seorang radio planner. Hal itu tentu saja merubah suasana ruang tornado menjadi lebih padat dan lebih ribut dari sebelumnya dengan kehadiran anak-anak baru yang terlihat sangat ceria. Dan yang Sejak saat itu nasib kami berubah, secara tidak langsung hal itu adalah pertanda penerimaan lingkungan kerja terhadap kami the new comers. Meja baru di tengah-tengah Ruang Tornado itulah yang di kemudian hari dikenal dengan “the resigner desk”. Sejak saat itu, cerita demi cerita terukir diatasnya hingga saat ini. Kehadiran meja tersebut ditambah dengan anak-anak baru yang terlalu sulit untuk diatur :p, perlahan namun pasti megikis kesakralan Ruang Tornado hingga akhirnya ruang tornado menjadi bener-bener tidak sakral sama sekali. Setiap orang bebas keluar-masuk Tornado, bukan hanya RNP saja, TNP, FNP, Core, bahkan Sitac sekalipun.

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | 6 Comments »

BALIKPAPAN, IMPIAN YANG SEMPURNA

Posted by Ismadi Santoso on October 12, 2008

Minggu ke dua awal tahun 2006, sebuah kesempatan meniti masa depan mendatangi ku, di saat aku sedang memasuki babak akhir proses perjalanan menggapai sebuah cita-cita. Bimbang memilih antara sebuah idealisme (baca: impian) dan realitas yang terhampar sangat jelas didepan mata. Akhirnya, dengan berat hati saat itu aku memilih mengejar Impian dan meninggalkan Realitas. Tetapi kemudian Sang Ilahi berkehendak lain. Impian rupanya bukan ditakdirkan untukku sementara di sisi lain Sang Realitas telah meninggal kan ku jauh di belakang.

Ditengah kebingungan ku itu itu seorang teman datang padaku dan mengatakan “Ada suatu saat dalam hidup kita dimana sebuah idealisme harus dipertemukan dengan realita Madi”. Ya, dia memang benar. Itulah jawaban yang selama ini kucari. Manusia hidup selayaknya memiliki impian atau tujuan, tetapi tujuan atau pun impian itu harus sesuai dengan realita yang ada. Dengan berat hati aku mengurungkan niat ku untuk kembali ke Balikpapan yang sebelumnya menjadi harga mati ku. Sedih memang tapi itulah kenyataan yang harus kuhadapi.

Beberapa bulan kemudian aku mengambil langkah sebuah langkah ekstrim. Bukan saja untuk menerima kota Jakarta menjadi tempat tinggalku, tetapi juga menerima sebuah pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah aku impikan. Sejak pertama kali meninggalkan kota Balikpapan, aku tidak pernah punya keinginginan untuk menetap di Jakarta. Saat itu bagiku Jakarta adalah penjajah dari daerah-daerah kecil seperti Balikpapan dan lainnya. Sebagian besar devisa yang dihasilkan oleh kota “selicin minyak” itu dipindah tangankan ke Jakarta. Hanya kurang dari 5% yang di kembalikan ke daerah. Dan hasilnya sangat jelas terasa pembangunan di DKI JKT luar biadap pesatnya, sementara dikota ku hampir tidak ada pembangunan sama sekali. Bahkan disaat aku lulus SMA ditahun 1999 tak ada satu kampus pun yang layak untuk dijadikan tumpuan meniti jalan menuju masa depan. Inilah yang selalu kukatakan dengan sebuah ironi riil yang menimpa sebuah daerah yang justru memberikan devisa terbanyak bagi NKRI. Hal itulah yang memaksa aku dan teman2 ku yang ingin melanjutkan kuliah untuk pergi jauh ke Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | Leave a Comment »

POHON JENGKOL SAHABATKU

Posted by Ismadi Santoso on July 20, 2008

Ada yang suka atau bahkan mungkin tergila-gila dengan “Jengkol”? Sebagian ada yang sukanya di semur, ada yang di goreng, bahkan ada juga yang di bakar. Kalau aku sih, hanya suka menyendiri di sebatang pohon jengkol yang sangat rimbun dengan banyaknya dahan yang melintang di setiap sisinya. Kenyataan yang sangat melegakan buat orang yang tidak suka (baca: bisa) memanjat seperti diriku. Seolah pohon jengkol itu memenggil-manggil ku untuk memanjatnya, datanglah…! katanya, panjatlah diriku dengan mudahnya, dan beristirahatlah di salah satu dahan ku yang kau suka, percayalah kau akan merasa nyaman disini, bersamaku 😀.

Adalah sebuah hutan yang terletak persis dibelakang asrama tempat ku tinggal saat itu. Di seberang sebuah sungai kecil, di lereng perbukitan hutan akasia yang terletak kira-kira sepuluh kilometer dari pusat kota Balikpapan. Di tempat itulah telah berdiri dengan kokohnya sebatang pohon jengkol yang rindang. Pohon akasia dan rangkaian perdu serta semak-semak yang berada disekitarnya pun seolah takzim dengan keberadaannya. Sangatlah kontras memang, ditengah-tengah rerimbunan akasia yang tumbuh subur menutupi sisi barat laut perbukitan itu ia tumbuh dan berkembang. Ia tak pernah merasa merasa sedih ataupun kesunyian sebab akasia, perdu dan semak-semak itu menerima keadaan pohon jengkol itu apa adanya sebagai hamba Allah yang bersama-sama bertasbih siang dan malam memuji ke-Agungan Rabb nya yang telah mencipatakan mereka semua sebagai mana Firman-Nya: “Dan tumbuh-tumbuhan serta pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya” (QS. Ar-Rahman 55:06).

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | Leave a Comment »

Satu Lagi Tunas Muda Bersemi…

Posted by Ismadi Santoso on July 2, 2008

Ketika fajar menampakkan diri di sisi timur kaki langit, maka seluruh kehidupan di muka bumi kembali bergejolak menyambut sebuah hari yang baru. Ayam jantan berkokok sahut-sahutan, burung-burung berkicau dengan riang nya, bunga-bunga telah mekar dan bersemi di malam sebelumnya dengan indah menanti sinar mentari sambil tersenyum. Inilah lembaran baru dari suatu proses yang bernama kehidupan yang sifatnya sangat dinamis. Terkadang proses itu terasa sangat lamban mengalun sehingga kita dapat dengan khidmat menikmati setiap sisinya dan mengambil pelajaran dari setiap yang terserak bersamanya. Namun, adakalanya proses itu berjalan dengan sangat cepat bahkan lebih cepat dari bekerjanya alam kesadaran kita yang membuat kita terperangah, tidak percaya, tak dapat berbuat banyak bahkan terkadang sangat sulit untuk sekedar bisa mendekatinya.

Saat itu kami semua sedang berkumpul seperti biasa, melanjutkan budaya makan malam bersama yang terus menerus kami jaga bila ada seseorang diantara kami yang sedang mendapatkan kebahagiaan meskipun saat ini ada beberapa orang dari kami yang sudah tidak sekantor lagi. Malam itu giliran Lusi yang ulang tahun, tempat berkumpul yang dipilih Lusi adalah restoran seafood favorit kami di daerah kemang. Siang hari sebelumna Risuky Kun dan Lusi sendiri yang memberitahu ku. Tanpa pikir panjang, aku pun berangkat setelah jam kantor selesai. Sesampainya disana, aku sempat agak bingung juga, sempat terfikir kao aku salah meja karena begitu banyak wajah-wajah baru yang menghiasi TornadoN’ers kali ini. Setelah kuhitung-hitung, telah enam bulan lamanya aku meninggalkan Ruang TornadoN lt 9 Plasa Kuningan. Selama itu sudah sekian banyak pendatang-pendatang baru yang mengantikan kami pendahulu-pendahulu RNP HCPT Project yang telah mengundurkan diri. Meskipun di dunia per”DGE”-an mereka enggak bisa dibilang baru sebut saja nama-nama seperti Hilda, Oming, dan Ratih. Yang bener-bener baru mungkin hanya Robi dan Budi.

Segalanya tampak sangat normal malam itu, obrolan berjalan dengan demikian hangat yang diselingi dengan canda tawa khas temen-temen TornadoN. Makanan dengan lahapnya kami habiskan, terutama aku yang hari itu nggak ada saingan dalam hal menggerogoti ikan bakar karena absennya dua lawan beratku yang seisi tornado (lama) udah pada tau Tetty dan Esty. Diakhir acara itu Lusi mengumumkan hal yang mengejutkan semua orang ”Lusi Mengundurkan Diri dari NSN”, serentak semua orang terkesima mendengarnya Latief dan Yulius menganga hampir berbarengan seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, Hilda yang tanpa sadar mengucurkan air matanya, Putri dan Oming dengan tampang mupeng nya, aku dan Risuky Kun hanya terdiam membisu seribu bahasa, Bayu Murti yang sontak langsung mengucapkan ”selamat lus akhirnya kamu lulus juga”, sementara temen-temen yang lain berusaha mencerna dengan cermat tentang apa yang sebenarnya sedang saja terjadi. Ya, Lusi Engineer yang paling jujur, lembut dan paling nrimo yang pernah ada sepanjang sejarah Siemens, XSiemens dan NSN itu akhirnya memutuskan untuk hengkang dari jagad NSN menuju ke sebuah operator telekomunikasi paling bonafit di negeri ini. Dan malam itu adalah pentahbisan dari akhir petualangan salah seorang ex tender team 2007 di NSN untuk mengikuti jejak ex tender team yang lainnya yang telah lama mendahului (Madi, Fathur, Helen). Ah apa kabar mereka semua ya? Semoga mereka baik-baik saja. Buat team yang masih tersisa sabar ya temans, aku yakin pasti giliran kalian semua akan tiba, jadi jangan pernah berhenti berusaha dan berdoa. 🙂

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | Leave a Comment »

Rembulan di Langit Hati

Posted by Ismadi Santoso on June 11, 2008

Adalah sebuah lagu lama yang di hardisk ku terekam pada 03 Oktober 2004. Sepanjang yang kuingat hanya ”sekali” saja aku mendengarkannya. Namun saat itu jauh di lubuk hatiku ada suara yang berteriak meminta ku untuk mempelajari nya. Akupun berkata pada hatiku suatu hari nanti aku akan mencari tau tentang itu.

Satu-satu nya alasan yang membuatku menunda hal itu adalah saat itu seluruh perhatianku sedang terfokus pada satu kata ”TA” yang dalam bahasa sundanya kira2 ”tara anggeus-anggeus” :D. Dan kemudian masalah itu pun ku sisikan untuk sementara,tentunya tak lupa aku menyimpannya di hdd ku dengan harapan di masa yang kan datang, jika semuanya tlah berlalu aku akan memenuhi jeritan hati yg tertunda itu.

Waktu pun berlalu, sampai pada siang ini sesuatu telah menuntunku untuk membuka lembaran-lembaran lama dari masa laluku untuk mencari sesuatu, aku pun tak mengerti tentang apa yang kucari sesungguhnya, tangan ku hanya bergerak mengikuti kemana nurani ku menuntun. Hingga aku pun menemukannya. Ya, lagu itu, lagu yang telah kusimpan hampir empat tahun yang lalu namun terasa seperti baru kemarin siang ku mendengarkannya. Ya Allah, hampir empat tahun berlalu semenjak siang itu di lab ku tercinta, namun Rahman dan Rahim-MU tlah menuntun ku kepada satu titik dimana aku pernah berniat untuk belajar. Meskipun sempat terlewatkan demikian lama, namun tak pernah ada kata terlambat untuk belajar.

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | Leave a Comment »

Ngantri di Pagi Buta

Posted by Ismadi Santoso on June 6, 2008

Setelah fajar menyingsing di subuh hari itu, aku menunaikan kewajiban ku dan lantas turun ke lantai bawah untuk mandi. Itu sekitar jam 5.00 AM. Kepagian? Memang harus begitu, mengingat ibu kos lagi ngerombak kamar mandi lantai atas. Dan dikarenakan sang tukang salah perhitungan, maka pipa bak penampung air di loteng pun jadi korban yang ikut dihabisinya. Walhasil meluncurlah air dari bak penampungan yg keluar dengan sia-sia. Sebagai hasil dari kesalahan yang (menurutku sangat fatal) itu hanya tersisa 1 kamar mandi yang ”available” untuk 9 anak kos yg kudu ngantor pagi2 semua. Dan itulah alasan satu-satunya kenapa aku mandi sepagi itu.

Bener aja, sampe di bawah kamar mandinya udah ”occupied”, ku tengok kedinding jam menunjukkan pukul 05.05 AM. Well, sepagi itu pun aku udh harus ngantri? Apa mau dikata, akupun lantas duduk di kursi tamu dan menyalakan TV. Kupandangi kesekeliling ku, suasana di lantai bawah sangat hening, hampir tak ada tanda2 kehidupan sama sekali, kecuali hanya ada suara gemericik air dari kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian, kreeekkk…. pintu kamar mandi terbuka, dan mas hery lah ternyata yang sukses mendahului ku. Kulihat jam menunjukkan pukul 05.15 AM.

Apa ada yg pengen sholat subuh ya (pikirku)? Karena ragu, aku pun menunggu kalau2 ada yang bangun dan pengen wudhu. Selang 5 menit berlalu (jam 05.20 AM) aku memutuskan untuk mulai mandi dengan ber”husnuzhan” bahwa temen2 di lantai bawah udh pada solat trus tidur lg, karena hari itu waktu subuh jatuh pada pukul 04.45 AM. Udh basi pikirku.

Sepuluh menit kemudian (jam 05.30) aku keluar dari kamar mandi dan tiba2 ada yang nyeletuk ”wah masih jauh dibawah target ternyata, harusnya sampe jam 6 kan!”. Astagfirullah, apa ”bapak” itu menyindirku? Ya rasanya sangat jelas begitu, aku cuma tersenyum dan dalam hati berkata (kemana aja pak?). Heran saya? Kalau emang niat subuhan bukannya sedari td harusnya dia udh bangun ya? Bahkan aku sudah sempet memberi selang waktu untuk menunggu kalo2 ada yg mo solat, dan ternyata emang gk ada kan? Masih pada molor smuanya! Dan diruang tamu itu, setelah aku keluar kamar mandi cuma dia sendiri yang nyerocos gk enak, yg laen hanya diem aja karena memang telah kusapukan pandangan ku keseluruh penjuru ruang tamu sambil tersenyum begitu ada celetukan itu, dan begitulah faktanya.

Read the rest of this entry »

Posted in Another Stories... | Tagged: , , , , | Leave a Comment »